Kamis, 21 Februari 2013

(2) Malaysia, Tetangga yang Rumputnya Kini Lebih Hijau




Rancang Masa Depan sejak Masih Menambang

Kerlingan mata takkan cukup menghijaukan rumput di pekarangan negeri tetangga. Jentikan jari takkan mampu mengejar mimpi Malaysia menjadi tujuan wisata dunia. Selalu ada “imam” hebat yang mewujudkan rencana lewat kerja keras.



BINAR mata pengusaha asal Surabaya itu tak dapat disembunyikan ketika melangkah keluar dari kereta gantung. Senyum hangat pria tambun ini seperti sedang membantah dinginnya hawa Tanah Tinggi Genting di perbatasan Negara Bagian Pahang dengan Selangor, Malaysia. 

Usai mengundi nasib selama delapan jam di Las Vegas-nya Malaysia, dia mengaku menang RM (Ringgit Malaysia) 60 ribu, setara Rp 200 juta. Kegemarannya adalah bermain Roulette dan Black Jack. Memiliki jadwal sebulan sekali ke kasino yang dua ribu meter di atas permukaan laut, si pengusaha mengatakan dirinya juga kerap kalah. 

“Main begini, ada menang dan kalahnya. Ada anginnya,” lanjut pria yang meminta namanya dirahasiakan tersebut. Bertemu Kaltim Post di Genting Highland, tengah pekan lalu, dia mengatakan kekalahan terbesarnya sekitar RM 100 ribu atau sekitar Rp 300 juta. 

Mencuplik Times Online, pusat perjudian Genting Highlands dibangun sejak 1965 ketika perseteruan politik Indonesia-Malaysia memanas. Adalah Lim Goh Tong, sosok di balik pembangunan kasino di negara berlandaskan syariat ini. 

Peletakan batu pertama pembangunan hotel pada Maret 1969. Perdana Menteri Malaysia Abdul Rahman mengumumkan pemberian izin kepada Lim untuk membuka kasino.
Setelah pendiri Genting Group itu meninggal 23 Oktober 2007, anaknya bernama Lim Kok Thay yang memimpin. Majalah Forbes mengumumkan, sang anak masuk 40 taipan terkaya di Malaysia.

Didatangi jutaan orang saban tahun, sejumlah sumber menyebutkan perputaran uang di Genting menembus Rp 24 triliun setahun. Sementara pendapatan bagi Pemerintah Malaysia mencapai Rp 3,6 triliun setiap tahun dari pajak di Genting. Tak heran bila kasino yang dilengkapi hotel bintang lima dan wahana outbound ini menjadi sponsor utama klub sepak bola Inggris, Aston Villa. 


MENUJU GENTING: Untuk sampai ke kasino, mereka yang naik angkutan umum harus menggunakan kereta gantung.


Dua jam dari pusat kota Kuala Lumpur, para penggila judi yang naik angkutan umum harus naik kereta gantung. Panjangnya sekitar 4 kilometer dengan durasi 20 menit. 

Di pintu masuk kasino, mereka yang berwajah Melayu mesti menunjukkan paspor. Tak siapapun orang Melayu muslim berkewarganegaraan Malaysia boleh berjudi di sini. Hukuman tiga bulan disiapkan oleh Negara Bagian Pahang bagi pelanggarnya. 

Di dalam ruang judi tersedia berbagai mesin permainan. Roulette, Poker, dan Black Jack menjadi arena yang paling diminati. Seluruh fasilitas dilengkapi penjelasan berbahasa Inggris dan Mandarin. 

Genting pun menjadi tujuan favorit para turis  bersama arena permainan di Sunway Lagoon, menara kembar Petronas setinggi 452 meter, hingga Sirkuit Sepang. Kuala Lumpur dan beberapa negara bagian di sekitarnya masuk 10 destinasi wisata dunia. Mengundang 8,9 juta turis atau delapan kali lipat dari jumlah penduduk Kuala Lumpur. 

Mengutip situs resmi Kementrian Kebudayaan, Kesenian, dan Pelancongan Malaysia, wisatawan Indonesia yang datang ke Malaysia pada 2004 sebanyak 250.144 orang. Tahun lalu, diperkirakan di atas dua juta orang. Meskipun angka ini diragukan oleh Pemerintah RI, Malaysia mengklaim bahwa Indonesia menjadi negara ketiga yang “mengirimkan” wisatawan setelah Singapura dan Thailand. 

Tingginya turis Indonesia ditangkap sebagai peluang menggiurkan oleh AirAsia. Maskapai penerbangan asal Malaysia ini membuka penerbangan langsung ke Kuala Lumpur dari berbagai provinsi di Tanah Air, termasuk Balikpapan. 

Bandingkan dengan Lion Air, maskapai yang menguasai 43 persen penerbangan domestik. Di saat Singa Udara baru berencana membeli 100 pesawat Airbus beberapa tahun mendatang, AirAsia sudah punya 17 Airbus A320. Dengan rasio 75 persen penerbangan internasional, maskapai ini telah menerbangkan 20 juta penumpang pada 2012.

***

MEREDUPNYA tambang timah seiring berkurangnya sumber daya membuat Malaysia merencanakan industri pengganti. Kota terpadu Sunway di barat Kuala Lumpur, misalnya. Sejumlah lahan tambang pun disulap. Bersalin menjadi mal, wahana permainan, sampai padang golf (baca Kaltim Post edisi 16 Januari 2013). 

Lembaga Penggalakan Pelancongan Malaysia menulis, industri pariwisata mulai dibangun 15 tahun lalu. Di bawah kepemimpinan Mahatir Mohamad, infrastruktur Kuala Lumpur dan sekitarnya terus dibenahi. Masa itu, pemerintah Malaysia mengucurkan RM 400 juta atau setara Rp 1,2 triliun (nilai sebelum krisis moneter). 

Di Kuala Lumpur, kota yang luasnya hanya sepertiga Samarinda, transportasi massal seperti monorail dan kereta bawah tanah diwujudkan. Jalan terowongan yang juga pengendali banjir serta jalan tol dibangun di penjuru negeri. Trotoar yang apik terhampar di seluruh sisi jalan. Di setiap trotoar, tersedia jalur khusus bagi pedestrian yang memiliki keterbatasan. 

Macet yang menjadi momok berbagai kota besar betul-betul disadari. Selain tol dan transportasi publik, Malaysia sejak lama merencanakan memindahkan pusat pemerintahan. Kini, seluruh aktivitas pemerintah beralih ke Putrajaya, sekitar satu jam perjalanan darat dari Kuala Lumpur. 

Di Indonesia, pemindahan ibu kota Jakarta, meskipun telah direncanakan, belum ada kejelasan. Di Kaltim lebih-lebih lagi. Masih level wacana.  

Macet di ibu kota Malaysia memang tak selesai 100 persen. Tetapi meski terlihat di beberapa titik terutama pada akhir pekan, kepadatan kendaraan di Kuala Lumpur tidak separah Jakarta. 


ANGKUTAN MASSAL: Monorail di Kuala Lumpur. Sukses mengusir kemacetan.


Dibanding Samarinda? Yang jelas Kuala Lumpur tidak memiliki pemandangan antrean kendaraan sepanjang Jalan Slamet Riyadi menuju Jembatan Mahakam di kala petang. 

Dan, kerja keras Malaysia selama hampir 10 tahun terbayar. Mahatir memang sudah tak lagi menjabat, namun UMNO --partai yang berkuasa-- masih belum tergantikan.
Kebijakan Perdana Menteri Mahatir diteruskan para suksesornya, Abdullah Ahmad Badawi dan Najib Razak. Berganti imam tak lantas membuat fokus Negeri Jiran dari industri pariwisata ikut berganti pula.

Ringgit-ringgit dari kedatangan turis pun terus memenuhi kocek Malaysia. Pada 1990, industri pariwisata duduk di peringkat 16 pendapatan negara. Pada masa itu, selain minyak bumi, pundi-pundi utama negara datang dari karet, kelapa sawit, dan tambang timah. Pada masa kini, Kementerian Kebudayaan, Kesenian, dan Pelancongan Malaysia menyebutkan, pariwisata menempati urutan kedua pendapatan negara setelah minyak bumi. 

Akbar Ciptanto, mahasiswa asal Samarinda yang menempuh S-3 Universitas Putra Malaysia menuturkan beberapa hal. Banyak rekan sekampusnya bercerita bahwa yang dinikmati Malaysia sekarang telah dirancang sejak kejayaan era pertambangan timah. Bukan setelah tambang selesai baru memikirkan reklamasi dan industri penggantinya. 

“Ini bisa menjadi pelajaran penting bagi Kaltim atau Samarinda. Jika ingin membangun lokomotif ekonomi baru yang menggantikan batu bara, sekarang inilah saat memulainya,” ucap Akbar yang mengambil studi bioteknologi untuk gelar doktornya. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar